Mengapa perusahaan tembakau baru tertarik pada Indonesia?

2022-11-11

Mengapa pasar rokok elektrik Indonesia begitu panas?


Setidaknya ada empat alasan mengapa Indonesia bisa menjadi jembatan bagi industri tembakau baru.

Salah satunya adalah potensi pasar konsumsi tembakau yang baru; per September 2020, Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 262 juta jiwa, menjadikannya negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Populasi perokok di Indonesia berjumlah 70,2 juta jiwa atau 34% dari total populasi, dan “tingkat perokok” menempati urutan pertama di dunia. Dari segi rokok elektronik, produk atomisasi elektronik masuk ke Indonesia pada tahun 2010, dan mulai berkembang pesat pada tahun 2014. Data terkait menunjukkan bahwa nilai pasar atomisasi elektronik di Indonesia akan mencapai US$239 juta pada tahun 2021, dan diperkirakan akan terus mencapai potensi pertumbuhan selama tahun 2020-26.

Indonesia memungut pajak rokok elektrik pada 1 Juli 2018, dan sudah mengakui status hukumnya, hanya perlu mengajukan izin penjualan. Diantaranya, rokok elektronik yang mengandung nikotin e-liquid dianggap sebagai produk "tembakau olahan lainnya" atau "mengandung ekstrak dan perasa tembakau", dan dikenakan pajak konsumsi sebesar 57%. E-liquid dianggap sebagai produk konsumen. Sebagai perbandingan, rata-rata tarif cukai produk tembakau tradisional lokal adalah 23%; Hal ini tidak lepas dari kuatnya lobi tembakau di Indonesia.

Kedua, Indonesia mempunyai tarif yang rendah dan kebijakan yang cenderung cenderung; Rokok elektrik Tiongkok diekspor ke Indonesia tanpa membayar tarif ekspor; dan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional, yang secara resmi ditandatangani pada 15 November 2020, dan mulai berlaku pada 1 Januari tahun ini (Isi penting RCEP adalah "komitmen untuk mengurangi tarif menjadi nol dalam waktu sepuluh tahun". Menurut Perjanjian tersebut Berdasarkan data di website Kemendag saat itu, tarif tujuh negara yang boleh menjual rokok elektrik adalah di Vietnam 30%, Korea Selatan 24%, Indonesia 10%, Malaysia 5%, dan Malaysia 5% Laos, 3,4% di Jepang, dan 3% di Filipina.

Hal ini juga tercermin dari dukungan Indonesia terhadap industri rokok elektrik. Menurut pemberitaan, Indonesia telah merencanakan kawasan industri rokok elektronik skala besar dan mengundang beberapa perusahaan Tiongkok untuk menetap di dalamnya. Beberapa waktu lalu, beredar kabar bahwa Indonesia akan menaikkan tarif pajak rokok elektrik. Praktisi terkait percaya bahwa langkah ini adalah untuk mendorong perusahaan tembakau baru agar membangun pabrik lokal dan membeli e-liquid lokal untuk mencapai situasi win-win.

Ketiga, industri rokok elektrik di Indonesia saat ini berada dalam kondisi pengawasan yang lemah; Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memperbolehkan TV dan media menayangkan iklan tembakau; Data menunjukkan bahwa di antara seluruh negara yang membagikan konten rokok elektrik di Instagram, Indonesia menduduki peringkat kedua; Dan rokok elektronik belum "dimatikan", dan penjualan e-commerce mereka menyumbang 35,3% pada satu titik.

Oleh karena itu, meskipun tarif pajak konsumsinya tidak rendah, tingkat pertumbuhan gabungan pasar rokok elektrik Indonesia pada tahun 2016-19 masih mencapai 34,5%. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian RI tahun 2020, Indonesia sudah memiliki sebanyak 150 distributor atau importir rokok elektrik, 300 pabrik e-liquid, 100 perusahaan peralatan dan aksesoris, 5.000 toko retail, dan 18.677 e-liquid yang dijual.

Keempat, hal ini didorong oleh perusahaan tembakau multinasional; British American Tobacco mengakuisisi 85% saham di PT Bentoel Internasional Investama Tbk, produsen rokok terbesar keempat di Indonesia senilai US$494 juta pada bulan Juni 2009, dan kemudian mulai meningkatkan investasi di Indonesia (seperti pengiriman staf Indonesia ke kantor di negara lain untuk mendapatkan pengalaman dan memainkan peran penting); pada tahun 2019, unit bisnis British American Tobacco di Indonesia mempunyai sekitar 6.000 karyawan, dan ruang lingkup bisnisnya meliputi penanaman tembakau, produksi rokok, pemasaran dan distribusi, dan telah menjadi kontributor terbesar bagi merek-merek penggerak global Grup British American Tobacco (Dunhill dan Lucky Draw ).

Pada tahun 2005, Philip Morris International mengakuisisi saham mayoritas di perusahaan tersebut senilai $5,2 miliar, dan kemudian menginvestasikan $330 juta lagi untuk mempromosikan pengembangan perusahaan. Menurut Jakarta Post pada tahun 2006, satu tahun setelah akuisisi Sampoerna oleh Philip Morris International, laba bersih meningkat sebesar 19%, penjualan rokok meningkat sebesar 20%, dan pangsa pasarnya di Indonesia meningkat sebanyak 2,8%. Selain itu, JTI memperluas pangsa pasarnya di Indonesia dengan mengakuisisi produsen rokok kretek Indonesia dan distributornya senilai US$677 juta pada tahun 2017.

Ketertarikan Indonesia terhadap perusahaan tembakau multinasional tidak lepas dari peraturan perpajakan yang rumit. Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Bank Dunia sebelumnya menunjukkan bahwa lebih dari separuh industri tembakau di Indonesia adalah pabrik skala kecil, yang sangat bergantung pada pelintingan tangan. Untuk menjamin kepentingan pabrik skala kecil sampai batas tertentu, Indonesia telah merumuskan keuntungan pajak yang lebih menguntungkan bagi pabrik skala kecil, yang mengakibatkan perusahaan tembakau multinasional besar menandatangani kontrak dengan pabrik kecil untuk menikmati pengurangan dan pembebasan pajak, dan pabrik-pabrik kecil telah menciptakan banyak lapangan kerja. Model win-win untuk postingan tersebut.

Masuknya berbagai perusahaan tembakau multinasional secara berturut-turut juga telah membentuk efek pendorong dan efek klaster tertentu, menjadikan Indonesia sebagai batu loncatan bagi lebih banyak perusahaan tembakau multinasional untuk memasuki Asia Tenggara dan bahkan seluruh pasar Asia.

akhirnya

Di bawah kondisi yang sulit ini, masa depan perkembangan industri tembakau baru di Indonesia bukannya tanpa kekhawatiran. Indonesia juga menghadapi permasalahan nyata mengenai dampak tembakau dan tembakau baru terhadap anak di bawah umur akibat pertumbuhan yang brutal pada tahun-tahun sebelumnya. Misalnya, pada bulan Agustus tahun ini, media asing melaporkan bahwa pemerintah Indonesia berencana memperkuat pengawasan dan membatasi peningkatan perokok di bawah umur.

Rencana tersebut melibatkan kontrol ketat terhadap promosi rokok elektrik (melarang iklan tembakau, sponsorship) dan pengemasan (meningkatkan area peringatan kesehatan pada kemasan tembakau) dan melarang penjualan satu batang rokok. Selain itu, pemerintah Indonesia berencana untuk terus menaikkan tarif cukai rokok pada tahun depan. Awal tahun ini, Kementerian Keuangan telah menaikkan pajak cukai tembakau sebesar 12%, yang mengakibatkan rata-rata kenaikan harga rokok sebesar 35%.

Menurut pemberitaan media asing, Indonesia diharapkan dapat meningkatkan perekonomian negara melalui pajak konsumsi rokok elektrik. Dalam Rapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Indonesia tahun 2023 baru-baru ini, pemerintah menargetkan Indonesia memperoleh Rp 245,45 triliun dari Pajak Konsumsi Tembakau (CHT). rupiah, meningkat sebesar 9,5% dari target sebesar Rp 224,2 triliun pada tahun 2022
We use cookies to offer you a better browsing experience, analyze site traffic and personalize content. By using this site, you agree to our use of cookies. Privacy Policy